Pedang Keadilan atau Pelanggaran Hak Asasi? Mengurai Hukuman Mati Narkoba di Indonesia
Indonesia dikenal tegas dalam memerangi narkoba, bahkan hingga menjatuhkan hukuman mati bagi pelakunya. Kebijakan ini, meski didukung oleh sebagian besar masyarakat, selalu memicu perdebatan sengit antara upaya negara melindungi bangsanya dan prinsip hak asasi manusia universal.
Argumentasi Pro-Hukuman Mati:
Pemerintah dan pendukung hukuman mati berargumen bahwa narkoba adalah "kejahatan luar biasa" (extraordinary crime) yang merusak struktur sosial, ekonomi, dan masa depan generasi muda. Hukuman mati dianggap sebagai efek jera paling ampuh bagi gembong narkoba, sekaligus bentuk perlindungan negara dari ancaman serius ini. Kebijakan ini juga dipandang sebagai penegasan kedaulatan hukum Indonesia dalam memerangi kejahatan transnasional. Tanpa hukuman mati, dikhawatirkan kejahatan narkoba akan semakin merajalela.
Argumentasi Kontra-Hukuman Mati:
Namun, para penentang dan pegiat hak asasi manusia mengecam keras praktik ini. Mereka berpendapat bahwa hukuman mati melanggar hak asasi paling fundamental, yaitu hak untuk hidup, yang tidak dapat dicabut dalam kondisi apapun. Ada kekhawatiran besar akan kesalahan peradilan yang tidak dapat diperbaiki (irreversible). Selain itu, efektivitasnya sebagai efek jera sering dipertanyakan, dengan banyak studi global yang menunjukkan kurangnya bukti konklusif. Kritik juga muncul terkait potensi diskriminasi, di mana seringkali justru menargetkan kurir atau pelaku kecil, bukan otak kejahatan yang sesungguhnya. Hukuman ini juga dianggap sebagai bentuk hukuman kejam dan tidak manusiawi.
Dilema yang Tak Berujung:
Perdebatan ini mencerminkan dilema abadi antara upaya negara memberantas kejahatan narkoba dengan segala dampaknya, dan komitmen terhadap penghormatan martabat manusia. Mencari keseimbangan antara ketegasan hukum dan penghormatan hak asasi tetap menjadi tantangan kompleks yang terus dihadapi Indonesia dalam sistem peradilan pidananya.